Tehnik Fasilitator yang Baik dan Mengagumkan
PENDAHULUAN.
Fasilitator adalah mereka yang ditugasi untuk
melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran. Sebutan fasilitator biasanya
digunakan dalam proses pembelajaran orang dewasa, dan metoda yang dipakai dalam
proses ini adalah metoda andragogi. Metoda ini dirancang mengacu pada
pendidikan orang dewasa, suatu model pendidikan yang mengutamakan
penggalian, pendalaman, pengembangan, pegejawantahan pengalaman dan
potensi individu secara optimal.
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam metoda ini yakni
mengalami, mengemukakan, mengolah, melakukan simpulan, serta diakhiri dengan
aplikasinya. Dalam akronim yang lebih mudah untuk diingat disingkat
dengan AKOSA (Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan dan Aplikasikan ).
Dengan kata lain tugas fasilitator dalam sebuah proses
pembelajaran orang dewasa hakekatnya mengantarkan peserta didik untuk menemukan
sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau yang disediakan melalui
/oleh penemuannya sendiri.
Sudah barang tentu untuk dapat menemukaan substansi
materinya, perlu dibimbing atau dirangsang oleh orang lain utamanya fasilitator
maupun anggota lain dalam kelompok tersebut. Peserta belajar sendirilah yang
menemukan dan mengolahnya.
Kolb menegaskan bahwa belajar hakekatnya merupakan
proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Suatu proses
belajar dapat dikatakan berhasil bila dalam diri individu terbentuk
pengetahuan, sikap, ketrampilan atau kebiasaan baru yang secara kualitatip
lebih baik dari sebelumnya melalui sebuah proses yang disebut dengan proses
pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang
memungkinkan para pembelajar aktif melibatkann diri secara keseluruhan proses
baik secara mental maupun secara fisik.
Untuk menawarkan dan menyediakan materi ajar dalam mengantarkan
peserta didik agar dapat menemukan substansi materinya, kemampuan fasilitator
melakukan komunikasi dan mempresentasikan pemikirannya dalam sebuah proses
pembelajaran sangat penting. Tanpa kemampuan komunikasi yang baik, serta
kemampuan melakukan peresentasi yang baik, proses transfer ide tidak akan
terjadi sehingga niscaya prosess itu akan berhasil.
Di dalam melakukan komunikasi itulah nampaknya juga
diperlukan cara atau strategi yang harus digunakan agar tujuan pembelajaran
bagi orang dewasa dapat tercapai. Penguasaan strategi belajar mengajar harus
dikuasai dengan benar.
Strategi pembelajaran berkaitan dengan teknik-teknik
penyajian pelajaran (Roestiyah : 2001 :v), suatu pengetahuan tentang
cara-cara mengajar yang dipergunakan dalam rangka proses pembelajaran.
Kesemuanya itu tentunya berangkat dari etika dan moral baik sebagai prasyarat
mutlak yang harus dipunyai oleh seorang fasilitator.
Etika dan moral berkaitan sekali dengan aspek sikap
dan perilaku. Sikap dan perilaku dapat dilihat dari manifestasi kepemimpinan,
disiplin, integritas, kerjasama dengan peserta didik serta prakarsa untuk
mengelola kelas dengan baik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
Dikaitkan dengan organisasi yang mampu
berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan yang senantiasa berubah
dimana organisasi harus selalu mampu untuk mengembangkan kapasitasnya untuk
menciptakan masa depan yang baik, maka tujuan akhir pembelajaran
hakekatnya adalah menciptakan organisasi pembelajar (learning organization)
yang oleh Peter Senge (1990) didefinisikan sebagai “suatu organisasi dimana
orang-orangnya secara terus menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk
mencapai tujuan yang mereka dambakan, dimana pola pikir baru dipelihara,
aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan dimana orang-orang secara terus menerus
belajar untuk bagaimana belajar besama-sama”.
Dengan demikian pertanyaan bagaimana menjadi
fasilitator yang baik ?.
Nampaknya jawaban yang paling sederhana adalah bahwa
ada 2 (dua) variabel determinan yang mempengaruhi yakni :
- Sikap
dan perilaku fasilitator
- Kemampuan
akademik fasilitator.
Sikap dan
perilaku berkaitan dengan etika dan moral fasilitator dengan indikator :
-
- Disiplin,
kepemimpinan;
- Integritas;
- Kerjasama
dan prakarsa;
Kemampuan
akademik berkaitan dengan :
a. Penguasaan
substansi mata ajar yang dipilihnya.
b. Mampu
berkomunikasi dengan baik, serta dapat mentransfer buah pikirannya kepada orang
lain melalui kemampuan melakukan presentasi yang baik.
c. Menguasai
strategi pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri
dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun fisik, yang dikenal sebagai
pembelajaran interaktif.
Dan tujuan akhir pembelajaran adalah mampu memberikan
motivasi menuju tercapainya organisasi pembelajar ( learning organization).
II. SIKAP PERILAKU DAN KOMPETENSI AKADEMIK
1. SIKAP DAN PERILAKU FASILITATOR
Secara garis besar sikap dan perilaku fasilitator berkaitan dengan disiplin dan kepemimpinan, bagaimana fasilitator mengolah waktu, tanggung jawab, membangun jejaring kerja serta bagaimana memperlakukan peserta didik secara proporsional.
Secara garis besar sikap dan perilaku fasilitator berkaitan dengan disiplin dan kepemimpinan, bagaimana fasilitator mengolah waktu, tanggung jawab, membangun jejaring kerja serta bagaimana memperlakukan peserta didik secara proporsional.
Faktor integritas berkaitan dengan kejujuran,
ketegasan dan kepatuhan pada norma dan etika, sedangkan kerjasama dan prakarsa
berkaitan sekali dengan bagaimana fasilitator mau menerima pendapat yang
berkembang dalam proses belajar mengajar, tidak mendikte atau mendominasi
kelas, mampu mengajukan pertanyaan dan memberikan saran secara berimbang, mampu
mengendalikan diri sesuai dengan situasi dan lingkungan.
Pemahaman terhadap sikap dan perilaku yang baik akan
bermuara pada pencapaian tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan dalam
proses belajar mengajar orang dewasa.
2. KOMPETENSI AKADEMIK
a. Penguasaan substansi materi ajar.
Sebagaimana telah diuraikan dalam pendahuluan bahwa
agar peserta didik dapat menemukan sendiri isi materinya, terlebih dahulu
seorang fasilitator berkewajiban untuk menyampaikan/memberikan materi
pelajaran, baik dalam pengertian yang lengkap maupun secara garis besar dari content
materi yang ada. Untuk dapat menawarkan materi tersebut secara baik
tentunya substansi materi ajar harus dikuasai.
Untuk dapat melakukan pengajaran dengan baik sehingga
muatan substansinya dapat terarah sesuai dengan tujuannya, maka seorang
fasilitator harus mampu membuat skenario pembelajaran agar dapat
melakukan penyajian secara sistematis dengan cara menyusun :
1. Garis-Garis
Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang merupakan uraian-uraian pokok setiap
materi ajar dan mengandung komponen-komponen deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran, pokok bahasan, indikator hasil belajar, metode, media, waktu yang
dibutuhkan, serta sumber kepustakaan.
2. Satuan Angka
Pelatihan (SAP), merupakan jabaran lebih rinci dari GBPP diatas yang memuat
mata pelatihan, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok dan sub pokok
bahasan, alokasi waktu, serta strategi penyajian yakni kegiatan yang berisi
langkah-langkah penyajian tiap materi, alokasi waktu yang dibutuhkan tiap
langkah, serta media yang dipakai.
Dengan menyusun GBPP dan SAP diharapkan fasilitator
dapat mengantarkan materi ajar dengan baik dan tidak kehilangan materi ajar
karena waktu.
b. KEMAMPUAN MELAKUKAN KOMUNIKASI & PRESENTASI.
b.1. KEMAMPUAN MELAKUKAN
KOMUNIKASI
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai proses
penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan
media dan cara penyampaian informasi yang difahami oleh kedua fihak, serta
saling memiliki kesamaan arti lewat transmisi pesan secara simbolik ( Marpaung
: 5). Sebagai suatu proses penyampaian informasi, para individu yang terlibat
dalam kegiatan komunikasi khususnya komunikator perlu merancang dan menyajikan
informasi yang benar dan tepat sesuai setting komunikasi, dan informasi tersebut
disajikan dengan mengunakan bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan
tingkat nalar penerimaan lawan komunikasi.
Dalam tataran awal pembelajaran, komunikasi awal yang
dilakukan adalah menghilangkan “barier komunikasi” antar peserta dalam
kelompok belajar dengan menciptakan komitmen belajar dalam kelompok. Dengan
komitmen belajar ini dapat diciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif
sehingga semua fihak memperoleh manfaat yang optimal dari proses pembelajaran
yang berlangsung sehingga tercipta proses pembelajaran yang berkualitas.
Untuk lebih meningkatkan jalinan komunikasi, akan
lebih baik lagi apabila fasilitator mengetahui kecenderungan gaya belajar para
peserta, sehingga dapat memanage peserta dengan lebih baik.
Berdasarkan buku Kajian Paradigma ada 4 (empat) gaya
belajar (Kajian Paradigma 2005:16) yakni :
1.
Diverger, dengan gaya belajar ini sangat tepat dalam melihat
situasi konkrit dari berbagai sudut pandang. Pendekatan yang dilakukan lebih
pada mengamati daripada mengambil langkah tindakan.
2.
Assimilator, dengan gaya belajar ini lebih tepat dalam memahami
sejumlah besar informasi dan mengartikannya ke dalam bentuk yang konkrit dan
logik.
3.
Converger, dimana gaya belajar ini lebih tepat menemukan penggunaan-penggunaan
praktis atas ide-ide dan teori-teori.
4.
Accomodator, yaitu tipe yang mempunyai kemampuan untuk belajar
dari pengalaman lainnya.
Dengan memahami gaya belajar peserta, fasilitator akan
mengetahui kelemahan dan kekuatan dan kemudian akan mendapatkan manfaat
yang besar.
Berkaitan dengan kemampuan melakukan komunikasi,
secara umum keberhasilan komunikasi dipandang dari ketercapaian tujuan
komunikasi yang dapat dinilai dari :
1.
Kepercayaan
penerima pesan terhadap komunikator serta ketrampilan komunikator berkomunikasi
sesuai tingkat nalar komunikan.
2.
Daya tarik
pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.
3.
pengalaman
yang sama tentang isi pesan antara komunikator dengan komunikan.
4.
Kemampuan
komunikan menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian komunikan akan
kebutuhannya atas pesan yang diterima.
5.
Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan
menantang).
6.
Sistem
penyampaian pesan berkaitan dengan metoda dan media yang sesuai dengan jenis
indera penerima pesan.
Penguasaan komunikasi yang baik antara fasiliator
dengan peserta didik yang dilatar belakangi gaya belajar masing-masing akan
mengantarkan pada tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan.
b. 2. KEMAMPUAN MELAKUKAN
PRESENTASI.
Presentasi khususnya presentasi lisan merupakan bagian
komunikasi dimana dalam proses komunikasi ini ada inti yang dikomunikasikan (content),
ada proses komunikasi (metoda), dan media penyajian ( alat bantu).
Presentasi adalah komunikasi antara penyaji (presenter) dengan sekelompok
pendengar (audience) dalam situasi teknis, saintifik atau profesional
untuk satu tujuan tertentu dengan menggunakan teknik sajian dan media
presentasi yang terencana ( Marpaung :13).
Kegagalan utama dalam presentasi biasanya terjadi
karena bahan/data sajian kurang lengkap, urutan dan pengorganisasian serta isi
penyajian tidak jelas, pemilihan kata, pengucapan dan intonasi bahasa kurang
jelas, penjelasan isi yang bertele-tele kurang fokus akibat penyaji tidak
meringkas sari presentasi, data tidak tepat dan bahkan sudah out of date,
penyaji kurang menguasai teknik presentasi dengan baik karena kurang latihan
serta gangguan suara lain pada saat dilakukan presentasi.
Sebaliknya bagaimanakah agar presentasi dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan ?.
Untuk memaksimalkan suatu presentasi penyaji harus
mengusahakan agar presentasinya menarik peserta sejak awal, sajikan presentasi
secara sistematis dan jelas. Penjelasan yang diberikan diberikan harus sesuai
dengan tingkat nalar pendengar, sajikan dengan bukti yang cukup dan berikan
contoh yang dapat mendukung argumentasi penyaji, dan tentukan tindak lanjut.
Beberapa tahapan yang dilakukan :
- Tahapan
persiapan.
- Tahapan
penyajian lesan.
Pada tahap persiapan dilakukan analisis
pendengar dan situasi penyajian lesan. Analisis pendengar berkaitan dengan
siapa dan bagaimana kaitannya dengan pendengar ( kelompok usia, latar belakang
pendidikan, jumlah peserta), sedangkan situasi penyajian berkaitan dengan
situasi (setting) tempat penyajian yang akan digunakan (setting waktu,
alat bantu yang tersedia).
Tahap penyajian lesan berkaitan dengan bagaimana
menentukan tujuan presentasi dari aspek kebutuhan pendengar (apakah bidang
seni, pengetahuan, politik atau yang lainnya). Berkaitan dengan alokasi waktu
prioritaskan mana yang “must know, should know dan nice to know”.
Kembangkan tujuan yang SMART sesuai dengan latar
belakang pendengar dan hasil yang ingin dicapai.
Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah :
- Tahap
pengumpulan bahan penyajian lesan.
- Tahap
seleksi dan penentuan inti presentasi.
- Tahap
memilih, mengembangkan dan menggunakan alat bantu.
- Tahap
pengembangan pembukaan presentasi.
- Tahap
penutup suatu penyajian lesan.
- Tahap
latihan penyajian “gladi bersih”.
- Tahap
penyajian presentasi lisan.
Pada saat penyajian berlangsung senantiasa pikirkan
isi penyajian (content), siapa pendengar anda (audience) dan apa
tujuan penyajian anda (purpose).
Gunakan kartu anda, berikan perhatian kepada seluruh audience,
sajikanlah presentasi yang hidup, antusias, bersahabat dan sikap yang
tulus. Jadilah anda diri sendiri, sesuaikan volume dengan kapasitas ruangan,
tukarlah posisi selama penyajian, variasikan antara duduk, berdiri dan
bergerak, bicaralah lambat, variasikan kecepatan bicara anda, volume suara dan
intonasi, sajikan isi informasi berdasarkan kemampuan peserta.
Awali dengan perkenalan secara singkat, fokuskan pada
tema penyajian serta latar belakang judul, sebab saat itulah anda memotivasi
pendengar terhadap sajian anda. Sajikan dengan urutan focusing tentang
topik yang akan disajikan, Informing tentang isi topik sajian, dan defocusing
yakni rangkuman apa yang baru dsajikan.
Gunakan alat bantu yang telah dipersiapkan dan
dikuasai penggunaanya, dan akhiri ucapan terima kasih.
Waktu yang disediakan agar dialokasikan:
a. Pembukaan (introduction)
sekitar 10 % dari total waktu.
b. Paparan inti
penyajian (content of talk) 75 – 85 % dari total waktu.
c. Penutup (closing)
5 % dari total waktu.
d. Tanya jawab
dapat pada saat presentasi atau akhir penyajian.
c. PENGUASAAN STRATEGI PEMBELAJARAN.
Roestiyah dalam “Strategi belajar mangajar” menyatakan
bahwa salah satu langkah untuk memiliki strategi harus menguasai teknik
penyajian, yang biasanya juga disebut sebagai metode mengajar.Teknik penyajian
adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh
instruktur, atau teknik yang dipergunakan untuk menyajikan bahan pelajaran agar
dapat dipahami oleh peserta didik.
Dalam pendidikan orang dewasa dimana pengajar
berfungsi sebagai fasilitator / teman belajar (co-learner), proses
pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar
aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara
fisik, yang lebih dikenal dengan pembelajaran interaktif.
Model pembelajaran ini mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
- Adanya
variasi kegiatan klasikal, kelompok dan perorangan;
- Keterlibatan
mental (pikiran dan perasaan) siswa/ peserta didik tinggi;
- Dosen/
Instruktur/Tutor berperan sebagai fasilitator, narasumber serta manajer
kelas yang demokratis;
- Menerapkan
pola komunikasi banyak arah;
- Suasana
klas yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali oleh
tujuan;
- Potensial
dapat menghasilkan instruksional dan dampak pengiring lebih efektif;
- Dapat
digunakan di dalam dan di luar kelas/ ruangan.
Teknik penyajian atau model penyajian adalah
sebagai berikut :
1. Model
berbagi informasiyang tujuannya menitik beratkan pada
proses komunikasi dan diskusi melalui interaksi argumentatif yang sarat
penalaran. Termasuk dalam rumpun ini adalah Model orientasi, model Sidang Umum,
model Seminar, model Konferensi kerja, Simposium, model Forum dan model
Panel.
2. Model
belajar melalui pengalamanyang tujuannya menitik beratkan pada
proses pelibatan dalam situasi yang memberi implikasi perubahan perilaku yang
sarat nilai dan sikap sosial. Termasuk di dalamnya adalah Model Simulasi, model
bermain peran (role playing), model sajian situasi.
3. Model
pemecahan masalah yang tujuannya menitik beratkan pada
proses pengkajian dan pemecahan masalah melalui interaksi dialogis dalam
situasi yang sarat penilaian induktif. Termasuk dalam rumpun ini adalah model
Curah pendapat, model Riuh Bicara, model Diskusi Bebas, model Kelompok, model
Okupasi, dan model Studi kasus.
Dalam proses pembelajaran ini akan dicontohkan
beberapa model yang berkaitan model berbagi informasi, model belajar melalui
pengalaman, dan model pemecahan masalah yaitu :
- Model
Seminar.
- Model
Panel.
- Model
Simulasi, Model Bermain Peran
- Model
Curah Pendapat, Model Diskusi Bebas.
1. MODEL SEMINAR.
Seminar adalah kegiatan belajar mengajar yang
melibatkan sekelompok orang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang
mendalam atau dianggap mendalam tentang sesuatu hal, dan membahas hal tersebut
bersama-sama dengan tujuan agar setiap peserta dapat saling belajar dan berbagi
pengalaman dengan rekannya.
Dengan demikian maka kata kunci seminar adalah :
- Sekelompok
orang (peserta didik, pakar, pengajar);
- Memiliki
pengatahuan dan pengalaman mendalam (expert)
- Saling
belajar dan berbagi pengalaman.
Dalam proses belajar mengajar penekanan pada “belajar
untuk dapat menjadi seorang expert dengan segala sifat dan atributnya”.
l Mengapa model ini dipilih?
Ada beberapa hal yang ditemukan apabila model ini
dipilih yaitu berpikir runtut dan logis, dialog secara rasional dan tidak
emosional, memiliki keberanian mengemukakan pendapat di depan umum.
Secara teoritik seminar lebih banyak dipengaruhi oleh
teori belajar kognitif dimana belajar merupakan proses yang melibatkan
perubahan persepsi dan pemahaman tentang sesuatu hal dalam diri peserta didik.
Seminar juga banyak dipengaruhi teori humanistik yang sangat mementingkan pengalaman
dalam proses penumbuhan pengetahuan dan sikap peserta.
Sebagai proses belajar bersama yang memberikan
sajian, peserta bertanya peserta lain mendengarkan, dan pada akhir ada
kesimpulan dan bahkan ada rekomendasi sepanjang ada sesuatu yang harus ditindak
lanjuti.
Pada saat disampaikan pandangan, ada yang meminta
penjelasan dan klarifikasi, ada yang mendengarkan dan menyimak, sebagian
menyetujui dan bahkan ada yang berpendapat lain menyangkut pandangan. Seminar
hakekatnya adalah teori belajar kognitif.
l Kekuatan dan kelemahan model
seminar.
Kekuatan:
1) Membantu
pengajar melatihkan pertumbuhan sikap positif dalam diri peserta didik,
sekaligus memperkaya pengetahuan mereka disuatu bidang ilmu.
2) Memberikan
kesempatan untuk berinteraksi secara kreatif dengan orang lain.
Adapun kelemahan:
1) Model ini
hanya dapat dilakukan apabila peserta didik telah mengatahui teori-teori
tentang topik seminar.
2) Sulit
digunakan dalam kondisi yang tidak kondusif (suasana tidak demokratis, peserta
cenderung diam).
l Pengorganisasian dalam seminar
:
1) Topik
pembicaraan yang diangkat dari tema dan tujuan.
2) Ada
penyaji/pembicara, pembahas dan peserta.
3) Moderator
yang bertugas sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan serta penyimpul
kesimpulan.
4) Notulis
5) Narasumber
6) Pembicara
tamu (keynote speaker).
l Langkah-langkah:
a. Moderator
memperkenalkan topik seminar, pembicara dan menjelaskan aturan main.
b. Pembicara
menyajikan makalah.
c. Moderator
mengatur dialog dan tanya jawab, peserta bertanya, pembicara menanggapi.
d. Moderator
menyimpulkan hasil diskusi.
e. Notulis
merangkum hasil.
2. MODEL PANEL.
Diskusi panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang
melibatkan beberapa pembicara kunci yang disebut panelis. Dengan dipandu oleh
Moderator, para panelis mencoba membahas masalah-masalah kontroversial yang
potensial mengundang pendapat yang bertentangan.
Pengertian kontroversial adalah masalah yang timbul yang
menimbulkan berbagai tanggapan dilihat dari berbagai segmen tertentu. Dengan
demikian untuk menyatakan sesuatu sebagi kontroversial harus mempunyai dasar
teori tertentu.
Model ini dapat dilakukan dalam bentuk yang rieel
maupun simulatip bergantung pada hakikat masalah yang dibahas.
·
Mengapa
diskusi panel ?
Latar belakang pengetahuan dan lingkungan akan
mempengaruhi seseorang dalam melihat suatu permasalahan, sehingga tidak dapat
dihindari adanya kontroversi pendapat atau lebih dikenal dengan pendapat yang
saling bertentangan.
Kemampuan kontroversial ini perlu dilatihkan dan
dibiasakan agar nantinya menjadi dapat warganegara yang toleran terhadap
perbedaan pendapat. Hasil ini merupakan esensi dari nilai demokratis yang
harus ditumbuh kembangkan dalam masyarakat.
¨ CIRI model
Diskusi Panel.
- Topik
berbagai masalah yang kontroversial.
- Jumlah
peserta 20 – 40 orng.
- Panelis
ditunjuk dari peserta dan sebagai pembicara (bisa 2 orang).
- Ada
moderator yang mengatur lalu lintas pembicaraan.
- Panelis
dan moderator dipilih floor.
- Ada
peserta yang ditunjuk sebagai pengamat.
Langkah-langkah.
1) Pada tahap
pendahuluan moderator memperkenalkan topik dan panelis serta menjelaskan aturan
main.
2) Moderator
menyampaikan ilustrasi masalah sesuai topik, meminta pendapat kepada semua
panelis dan menggali lebih dalam pendapat panelis terhadap pertanyaan.
3) Moderator
mengundang pendapat peserta dan memandu respon dari panelis terhadap semua
pertanyaan peserta.
4) Moderator
menyimpulkan hasil diskusi dan menutup diskusi.
5) Pengamat
memberikan pandangan tentang jalannya diskusi.
3. Model SIMULASI.
Model ini bertujuan untuik melatih peserta untuk
mengembangkan berbagai ketrampilan baik intelektual, sosial, motork melaui
situasi buatan sehingga bebas resiko.
Simulasi adalah melakukan peragaan, visualisasi,
mempraktekkan, sehingga dilihat dari partisipasi sangat tinggi.
Tujuan simualsi untuk mempraktekkan tanpa mendapatkan
resiko.
Bentuk simualsi ditentukan oleh tujuan yaitu skills
yang diharapkan.
¨
CIRI
1) Peserta 5 –
10 orang
2) Topik
ketrampilan.
3) Persiapan
dengan menentukan ketrampilan yang akan disimulasikan.
4) Menyusun
skenario dan prosedur kegiatan.
5) Menyiapkan alat-alat,
membagi kelompok dan menyiapkan lembar kerja.
6) Pada tahap
pelaksanaan menjelaskan skenario simulasi.
7) Melakukan
kegiatan inti yakni menyajikan model ketrampilan yang akan disimulasikan.
8) Diakhiri
dengan kelompok mendemonstrasikan ketrampilan yang dilatih dan kelompok lain
mengamati dan memberikan komentar.
4. Model CURAH PENDAPAT.
Curah pendapat atau brainstorming adalah cara
mendapatkan ide yang banyak dari sekelompok orang dalam waktu singkat.
Tujuan mengembangkan daya imajinasi dan juga
mengembangkan daya kreativitas berpikir.
Berpikir kreatif adalah cara berpikir dengan
menggunakan berbagai alternatif.
Dalam berpikir kreatif dikenal dua model yaitu
divergent dan convergent.
Divergent berpikir dengan kegiatan analytical
yaitu temuan baru, sedangkan convergent pertanyaanya adalah bagaimana
kita melaksanakan.
¨
CIRI.
1) Jumlah
peserta tidak terlalu besar, paling besar 15 orang.
2) Setiap
peserta bebas mengemukakan gagasan yang muncul di benaknya.
3) Stiap
gagasan akan diterima dan diinvetarisasi dan peserta lain tidak boleh
memberikan komentar langsung.
4) Semua
peserta mendiskusikan dan mengevaluasi gagasan yang sudah diinventarisir.
5) Selanjutnya
ditemukan gagasan tertentu yang dianggap baik (feasible).
6) Inventarisasi
gagasan dengan [pengelompokan gagasan yang feasible dilakukan, gagasan
yang layak diperhatikan dan gagasan yang kontroversial.
7) Waktu 45 –
60 menit.
Dengan strategi pembelajaran yang dikuasai oleh
fasilitator sebagaimana tersebut diatas akan memungkinkan para pembelajar aktif
melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun fisik.
KESIMPULAN.
Dari berbagai penjelasan diatas dapatlah disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
- Pengertian
fasilitator yang baik hakekatnya sangat ditentukan oleh bagaimana sikap
dan perilaku fasilitator yang berkaitan dengan etika dan moral fasilitator
dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam sebuah kegiatan diklat.
- Disamping
etika dan moral sebagai landasan dasar yang fundamental, variabel
kompetensi akademik merupakan determinan yang lain.
- Penguasaan
substansi materi, kemampuan menyajikan bahan ajar dan gagasan, kemampuan
berkomunikasi dengan baik serta penguasaan strategi pembelajaran yakni
model-model pembelajaran interaktif sebagai akibat diterapkannya metoda
pembelajaran andragogi merupakan indikator dari kompetensi
akademik.
- Dengan
penguasaan dua varibel pokok tersebut diatas, maka proses belajar mengajar
diharapkan akan dapat menghasilkan organisasi pembelajaran
yakni “suatu organisasi dimana orang-orangnya secara terus
menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan yang mereka
dambakan, dimana pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan
bebas, dan dimana orang-orang secara terus menerus belajar untuk bagaimana
belajar besama-sama”.
Demikian paparan singkat dalam menjawab sebuah
pertanyaan “bagaimanakah menjadi fasilitator yang baik ?”.
Semoga ada manfaatnya.
kota beribadat, medio maret duaribuenam.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Suparman,
Atwi, 1997, Model-model Pembelajaran Interaktif, STIA LAN, Jakarta.
Roestiyah, 2001, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Senge,
Peter, 2002, Disiplin Kelima, buku pegangan, Interaksara, Batam.
NN, 2006, Kajian
Paradigma modul Dklatpim II, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Depdagri,
2001, Himpunan Referensi Penyusunan Modul Pembelajaran, Jakarta.
0 Response to "Tehnik Fasilitator yang Baik dan Mengagumkan"
Posting Komentar