Strategi Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal
Strategi
Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal
Strategi pengembangan desa wisata
berbasis kearifan lokal mengacu pada potensi fisik dan non fisik yang terdapat pada
masing-masing desa yang akan dikembangkan, hal ini
berkaitan dengan kekhasan masing-masing desa dalam
menjual potensinya untuk dijadikan modal dasar
sebagai desa wisata.
Pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal merupakan kegiatan yang tidak mudah
untuk dilakukan apabila tidak didukung oleh seluruh komponen masyarakat yang ada
di dalam desa tersebut. Sebagai contoh adalah potensi kearifan lokal yang ada seperti
kegiatan panen salak yang diawali menggunakan upacara tertentu, hal ini tidak akan
menjadi suatu potensi kearifan lokal jika hanya dilakukan secara insidental oleh masing-masing pribadi pemilik lahan. Potensi
yang seharusnya muncul di permukaan sebagai kegiatan
budaya tidak terlihat karena tidak dilakukan secara komunal dan hanya bersifat pribadi,
akan tetapi jika upacara tersebut dilakukan
secara komunal dan dikemas, diagendakan
oleh seluruh pemilik lahan salak maka akan menjadi sebuah atraksi wisata
menarik.
Strategi
pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Menghindari adanya konflik
kepentingan di antara
desa-desa wisata yang
berdekatan.
b. Pengelolaan
desa wisata yang
berkelanjutan dan menjaga
kelestarian desa
wisata itu sendiri.
c. Pemberdayaan
masyarakat desa wisata itu sendiri sebagai bagian dari potensi desa wisata tersebut.
d. Kemasan
desa wisata yang tidak monoton sehingga tidak memberikan kesan biasa saja kepada
pengunjung.
e. Pemasaran
paket desa wisata yang menunjukkan nilai jual desa tersebut.
f. Dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat desa yang dijadikan desa wisata.
Konflik
kepentingan pengelolaan desa wisata merupakan hal yang
biasa yang terjadi dalam sebuah kegiatan
yang pariwisata, karena hal ini menyangkut tentang uang dan keuntungan. Konflik tersebut dapat muncul
di antara anggota masyarakat di dalam desa wisata maupun dari luar desa wisata tersebut.
Keputusan
untuk mendeklarasikan diri sebagai desa wisata mempunyai arti bahwa seluruh komponen masyarakat
setuju, paham, mengerti apa desa wisata tersebut.
Masyarakat sadar akan keberadaan mereka dalam sebuah desa wisata, termasuk sadar
untuk menerima orang lain sebagai tamu/wisatawan di desa mereka dan mereka harus
melayani. Oleh karena itu, keberadaan desa
wisata harus disadari betul oleh seluruh komponen
masyarakat desa bersangkutan mulai dari yang bersifat individu maupun kelompok. Dalam
suatu desa wisata umumnya terdapat potensi fisik maupun non fisik, potensi
fisik dapat diatur dengan mudah sedemikian rupa, akan tetapi potensi non fisik perlu
adanya pendekatan sosial budaya yang mendalam. Potensi sosial budaya yang akan dikembangkan
sebagai kearifan lokal dapat menjadi bumerang bagi desa wisata dalam pengembangannya
apabila tidak dilakukan pendekatan dengan baik, misalnya jika masyarakat di desa
wisata tersebut adalah masyarakat heterogen maka dapat timbul kelompok-kelompok
berdasar agama, ras, silsilah keluarga, status ekonomi, dan lain-lain. Namun demikian
jika ada pendekatan yang cukup baik, justru keheterogenan tersebut dapat dijadikan
potensi yang menguntungkan untuk pengembangan desa wisata.
Konflik
kepentingan bisa terjadi karena adanya saling rebutan dalam pengelolaan desa wisata,
baik antara pamong
desa, masyarakat, maupun pihak
ketiga. Hal ini tidak boleh terjadi karena sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan
desa wisata. Pemberdayaan masyarakat setempat yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan atau peningkatan ekonomi tidak akan tercapai dengan adanya konflik
kepentingan tersebut. Pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangan desa wisata. Pemberdayaan adalah peran aktif masyarakat yang dituntut untuk maju atau
tidaknya desa wisata tersebut. Peran aktif disini adalah dalam mempersiapkan diri
untuk menerima dan melayani tamu/wisatawan yang berkunjung dengan kekhasan yang
akan disuguhkan kepada mereka. Tanpa peran aktif masyarakat maka tidak akan tercapai
slogan pengembangan desa wisata tersebut.
Peran
aktif masyarakat juga diperlukan dalam pengembangan desa wisata berkelanjutan dan
kelestarian sumberdaya alam yang ada di desa wisata tersebut. Dengan membuka diri
terhadap dunia luar maka konsekuensi yang harus diterima selain peningkatan kesejahteraan
juga pengaruh yang dibawa oleh para tamu/wisatawan yang berkunjung. Oleh karena
itu strategi pengembangan desa wisata yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian
sumberdaya alam sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas kualitas lingkungan.
Apabila kualitas lingkungan meningkat setelah dijadikan
desa wisata maka pengembangan
desa wisata tersebut termasuk berhasil dalam
pengelolaannya, dan sebaliknya apabila kualitas lingkungan menurun setelah dijadikan desa wisata maka pengembangan desa wisata
tersebut termasuk gagal dalam pengelolaannya.
Berdasarkan
tujuan akhir dari pengembangan desa wisata yaitu untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat, maka pengembangan desa wisata harus dikelola secara profesional
dengan tidak mengesampingkan kelestarian sumberdaya alam yang ada. Pengemasan dan
paket wisata perlu direncanakan dan dikelola dengan baik agar suatu desa wisata
mempunyai nilai jual terhadap wisatawan. Paket-paket yang ditawarkan diharapkan
mampu memberikan sebuah tantangan yang tidak dapat ditemukan di desa wisata lainnya.
Hal inilah yang perlu dipikirkan dalam pengembangan desa wisata, karena masa sekarang
desa wisata sangat banyak ragamnya dan jumlahnya di Kabupaten Sleman. Apabila tidak
ditawarkan kekhasan desa wisata yang dikembangkan maka nasibnya akan sama dengan
desa wisata lainnya, yaitu hanya slogan sebagai desa wisata akan tetapi tidak ada
kegiatan wisata di desa tersebut. Kerjasama dengan berbagai pihak dan dinas terkait
diperlukan untuk pengembangan desa wisata, misalnya tour and travel, dinas pariwisata
daerah, pengembangan promosi melalui web/internet, media komunikasi, dan pemasaran
yang lain. Hal ini akan mendukung terciptanya iklim wisata yang kondusif yang tidak
menimbulkan konflik kepentingan yang merugikan desa wisata.
Contoh Model Pengembangan Desa
Wisata Berbasis Kearifan Lokal
a. Desa Wisata Pentingsari
Desa Wisata Pentingsari yang
terletak di bagian atas lereng Merapi, tepatnya di Desa
Umbulharjo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman dapat dijadikan alternatif model pengembangan
desa wisata alam. Hal yang mendasari adalah kondisi alam yang cukup menunjang, dimana
sebelah barat Desa Wisata Pentingsari terdapat Kali Kuning, sebelah selatan terdapat
Ponteng, sebelah timur terdapat Kali Pawon, dan sebelah utara merupakan dataran
yang berhubungan langsung dengan tanah di sekeliling Desa Umbulharjo sampai ke pelataran gunung
Merapi. Hal ini didukung kondisi lingkungan yang
alami dengan hembusan udara sejuk, banyaknya jenis tanaman perindang, keriuhan
suara burung di alam bebas, keramahan penduduk desa, luasnya hamparan sawah, serta
adanya berbagai jenis tanaman sayuran yang sudah dikelola dengan sistem yang baik
oleh penduduk memberikan nilai positif untuk pengembangan Desa Wisata Pentingsari
sebagai desa wisata alam. Kondisi alam di Desa Wisata Pentingsari yang diapit oleh
Kali Pawon dan Kali Kuning sangat cocok untuk
tracking remaja, anak-anak, dewasa dan
orang tua dengan
melewati jalur susur sungai, melewati hamparan sawah, naik turun tebing, dan melewati
rindangnya berbagai jenis tanaman kehutanan. Namun demikian pengembangan seni budaya
juga tidak boleh dibiarkan begitu saja untuk mendukung pengembangan Desa Wisata
Alam Pentingsari.
b. Desa Wisata
Srowolan
Desa Wisata Srowolan yang terletak
di bagian tengah lereng Merapi, tepatnya di Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem,
Kabupaten Sleman dapat dijadikan alternatif model pengembangan desa wisata budaya.
Proses pengembangan Desa Wisata Srowolan dikerjakan oleh masyarakat setempat dengan
didukung Pemerintah Kabupaten Sleman dan beberapa investor. Keberadaan Pasar Perjuangan
Srowolan dan Sanggar
Budaya
Sayuti Melik sebagai objek wisata sejarah mengakibatkan adanya peluang
pengembangan desa wisata
budaya. Selain mengandalkan keberadaan Pasar Perjuangan
Srowolan dan Sanggar Budaya Sayuti Melik sebagai kawasan bersejarah, desa ini juga
menarik karena suasana alamnya yang masih alami. Selain itu wisatawan yang berkunjung
juga dapat terlibat secara langsung dengan berbagai aktivitas penduduk, seperti
bertani secara tradisional, menyaksikan tradisi masyarakat Jawa (merti dusun, pesta
pernikahan, dan lain-lain), serta tinggal beberapa hari di rumah tradisional khas
masyarakat Jawa. Paket wisata yang dibuat dengan mengkombinasikan kekayaan budaya/tradisi
lokal dan keindahan alam memungkinkan pengembangan
Desa Wisata Budaya
Srowolan
menjadi salah satu tujuan wisatawan,
baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
c. Desa Wisata
Brayut
Desa Wisata Brayut terletak di
bagian bawah lereng Merapi, tepatnya di Desa
Pendowoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Kondisi
desa wisata yang ada sudah
mengadopsi teknologi modern untuk
pengembangan desa wisata. Selain itu penyampaian
informasi komunikasi cukup intensif baik melalui web maupun sosialisasi sehingga
meskipun desa wisata ini tergolong baru tetapi lebih berkembang dibandingkan desa
wisata lainnya. Di Desa Wisata Brayut wisatawan dapat belajar tentang bagaimana
bertani, belajar memelihara ikan, memasak makanan tradisional, memainkan gamelan
atau berlatih menari dengan tarian tradisional, serta membuat kerajinan. Hal ini
didukung keterdapatan sarana dan prasana pendukung desa wisata seperti homestay,
sanggar tari, sanggar membatik, dan sanggar karawitan. Berdasarkan potensi yang
ada maka Desa Wisata Brayut dapat dijadikan alternatif model pengembangan desa wisata
alam dan budaya.
Sumber : Penelitan Model
Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Strategi Pengentasan
Kemiskinan Di Lereng Merapi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta,
Peneliti : Hastuti, Suhadi Purwantara, Nurul Khotimah Jurusan Pendidikan
Geografi, FIS UNY
0 Response to "Strategi Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal"
Posting Komentar